BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk
prakiraan dampak, analisis resiko lingkungan dan evaluasi dampak telah
dilakukan metode yang sangat sederhana samapai pada metode yang canggih.
Prakiraan dampak yang sederhana lebih bersifat intuitif dan sangat
subyektif. Pada metode yang makin canggih dasar ilmiah makin canggih dan
dasar subyektif subyektif makin berkurang. Model matematik, fisik serta
eksperimen laboraturium dan lapangan banyak digunakan diguanakan dalam
metode yang canggih ini, namun karena pengelolaan lingkungan bersifat
antroposentris dan dengan demikian AMDAL sebagai salah satu alat
pengelolaan lingkungan yang bersifat antroposentris, alat yang canggih
itupun dapat bebas dari subyektifitas.
Dalam makalah ini yang akan dibahas khusus masalah Evaluasi Dampak
dan Evaluasi Resiko, dimana evaluasi dampak ini sifatnya subyektif.
Meskipun metodenya canggih, aktifitasnya tidak dapat dieliminasi.
Sementara orang menganggap, jika evaluasi itu dilakukan secara
sistematis dan pengolahan datanya dilakukan dengan komputer hasilnya
akan obyektif, itu tidak benar. Penyusunan model matematis didasarkan
pada asumsi tertentu. Bila asumsi diubah, model matematikanya pun
berubah, atau paling sedikit hasil perhitungannya, karena asumsi itu,
khususnya dalam AMDAL bersifat antroposentris, di dalam model matematis
pun terkandung subyektifitas. Jika model matematis mengandung
subyektifitas itu diolah oleh komputer, subyektifitas itu tetap ada.
Sebab komputer tidak dapat berfikir sendiri, melainkan hanya dapat
menjalankan perintah manusia. Namun walupun evaluasi itu bersifat
subyektif, kita harus rasional, jadi evaluasi itu kita lakukan dengan
subyektifitas rasional.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana cara mengevaluasi dampak lingkungan?
- Bagaimana cara mengevaluasi resiko dari suatu kegiatan manusia?
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis dapat menyimpulkan tujuan yaitu:
- Untuk mengetahui cara mengevaluasi dampak lingkungan dan seberapa besar nilai dampak yang ditimbulkan.
- Untuk mengetahui cara mengevaluasi resiko dari segala sesuatu kegiatan manusia.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat daripada penulisan makalah ini, diharapkan dapat:
- Dijadikan sebagai pedoman penulisan makalah mahasiswa yang lain.
- Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang evaluasi dampak dan evaluasi resiko dalam AMDAL.
BAB II
PEMBAHASAN
EVALUASI DAMPAK DAN RESIKO
2.1 Evaluasi Dampak
Evaluasi
dampak sering diartikan sebagai penilaian terhadap sesuatu perubahan
yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas tersebut dapat bersifat
alamiah baik kimia, fisik maupun biologi.
Dampak dapat dievaluasi secara informal dan formal
- Metode Informal
Metode
Informal yang sederhana ialah dengan memberi nilai variabel, misalnya
kecil, sedang, dan besar. Cara lain ialah dengan memberi skor, misalnya
dari 1 (satu) sampai 5 (lima)
tanpa patokan yang jelas. Namun metode ini tidak memberi pegangan cara
untuk mendapatkan nilai penting dampak. Karena itu disinipun terjadi
fluktuasi yang besar antara anggota tim dan pemberian nilai. Kadar
subyektivitas evaluasi itu tinggi. Misalnya, seorang pejabat Direktorat
Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) akan cenderung
untuk memberikan nilai penting yang lebih tinggi untuk dampak margasatwa
daripada seorang pejabat Direktorat Jenderal Industri Dasar.
- Metode Formal
Metode formal dapat dibedakan dalam:
1. Metode Pembobotan
Dalam
sistem ini dampak diberi bobot dengan menggunakan metode yang
ditentukan secara eksplisit. Sebuah contoh ialah sistem pembobotan
menurut Battelle utnuk pengembangan sumberdaya air (Dee.el.al.1973).
Dalam sistem Battelle ini lingkungan dibagi dalam empat kategori utama,
yaitu ekologi, fisik/ kimia, estetik, dan kepentingan manusia/ sosial.
Masing-masing kategori terdiri atas komponen. Misalnya, komponen dalam
katergori ekologi ialah jenis dan populasi teresterial. Selanjutnya
komponen dibagi dalam indikator dampak. Contoh indikator dampak dalam
komponen jenis dan populasi teresterial ialah tanaman pertanian dan
vegetasi alamiah. Masing-masing kategori, komponen dan indikator dampak
dinilai pentingnya relatif terhadap yang lain dengan menggunakan angka
desimal antara 0 dan 1.
Angka dalam sistem evaluasi lingkungan Battelle diragukan kegunaannya di
Indonesia,
karena sistem nilai kita berbeda dengan di Amerika serikat. Namun
demikian metode untuk mendapatkan bobot dalam sistem evaluasi lingkungan
itu kiranya pantas untuk diteliti kegunaannya di Indonesia. Sudah
barang tentu kategori, komponen dan indikator serta peruntukannya harus
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.
Mongkol (1982) membuat modifikasi sistem evaluasi lingkungan Battelle.
Pertama fungsui nilai tidaklah dibuat dari grafik mutu lingkungan
terhadap indikator dampak, melainkan grafik mutu lingkungan terhadap
M/S, M ialah indikator dampak dan S adalah batas maksimum atau minimum
indikator dampak yang tidak boleh dilampaui.
Modifikasi
kedua ialah Mongkol tidak menggunakan biaya lingkungan netto atau
manfaat lingkungan netto, melainkan nisbah manfaat/ biaya lingkungan
sebagai berikut:
Nisbah manfaat/ biaya lingkungan =
Keterangan :
|Pos E| : Jumlah total dampak positif
|Neg E| : Jumlah total dampak negatif
Agar operasi matematik dapat dilakukan dalam metode pembobotan, metode itu harus menggunakan skala interval atau skala nisbah.
2. Metode Ekonomi
Metode
ini mudah diterapkan pada dampak yang mempunyai nilai uang. Untuk
dampak yang mempunyai nilai uang penerapan metode ini masih mengalami
banyak kesulitan. Cara yang umum dipakai ialah untuk memberikan harga
bayangan (shadow price) pada dampak tersebut. Harga bayangan itu
didasarkan pada kesediaan orang atau pemrintah untuk membayar / untuk
menerima biaya ganti rugi untu lingkungan yang terkena dampak tersebut.
Misalnya pemerintah mengalokasikan anggaran belanja tertentu untuk
penjagaan dan pemeliharaan cagar alam dan taman nasional. Demikian pula
orang bersedia untuk mengeluarkan biaya untuk mengunjungi suatu cagar
alam atau taman nasional. Besarnya anggaran belanja atau biaya
perjalanan tersebut merupakan harga bayangan cagar alam, yaitu nilai
yang diberikan oleh pemerintah/ orang kepada cagar alam itu.
Dalam
hal lingkungan yang tercemar biaya deperlukan untuk membersihkan
lingkungan dari pencemaran, biaya itu makin tinggi, dengan demikian
tingginya tingkat kebersihan yang dikehendaki masyarakat.
Pada
prinsifnya dampak pada manusia dapat pula diberi harga bayangan.
Misalnya, harga bayangan untuk dampak kesehatan dapat dihitung
berdasarkan upah yang hilang dan atau biaya pengobatan. Demikian pula
biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk dampak kesehatan dapat dihitung
berdasarkan upah yang hilang dan atau biaya pengobatan. Demikian pula
biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pelayanan kesehatan, misalnya
vaksinasi, dapat disebut pula sebagai harga membayar perlindungan jiwa
dari kematian. Banyak tantangan masih diberiklan terhadap pemberian
nilai uang pada lingkungan terutama pada jiwa dan kesehatan manusia,
tantangan itu terutama berkaitan dengan masalah etik.
2.2 Evaluasi Resiko
Seperti
halnya dampak, evaluasi resiko juga bersifat subyektif. Evaluasi itu
sngat dipengaruhi oleh persepsi orang terhadap resiko. Menurut Whyte dan
Burton (1982) resikok dapat dinyatakan sebagai berikut:
R = Kementakan x Konsekuensi
Akan tetapi bagi masyarakat umum persepsi resiko ialah:
R = Kementakan x (Konsekuensi)p
Besarnya
eksponen p dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya faktor yang
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk menerima resiko, responden di
Amerika Serikat menaksir- lebih (overes timate) resiko yang ditimbulkan
oleh kejadian yang jarang terjadi dan menaksir-kurang (underestimate)
resiko yang ditimbulkan oleh kejadian yang banyak terjadi.
Evaluasi
resiko sangatlah rumit, dua faktor utama selalu harus diingat :
pertama, adanya ketidakpastian ilmiah, dan kedua, persepsi masyarakat
terhadap resiko hanyalah sebagian saja didasarkan pada bukti ilmiah.
Mengingat rumitnya evaluasi resiko para pakar menyarankan, agar evaluasi
dijalankan melalui proses negosiasi dan mediasi dengan masyaraka
(Bidwll et.al 1987: Klapp. 1987).
Negosiasi
dan Mediasi yang ternyata telah dapat membuahkan hasil kesepakatan yang
memuaskan pihak-pihak berkepentingan dan menggalang pesan serta mereka
di banyak negara, kiranya perlu dipelajari kemungkinan penerapannya di Indonesia,
metode ini kiranya juga sesuai dengan pasal 22 PP 51 tahun 1993.
Lagipula musyawarah merupakan tradisi yang telah berakar dalam kehidupan
masyarakat kita.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Evaluasi
dampak dapat dilakukan dengan metode informal dan metode formal. Metode
formal terdiri atas metode pembobotan dan metode ekonomi.
Evaluasi
dampak bersifat antroposentris, karena itu evaluasi dampak selalu
mengandung subyektifitas. Beberapa usaha telah dilakukan untuk
mengurangi subyektifitas dan manambah obyektifitas, misalnya dengan
pemberian skala dan bobot. Untuk mempermudah pengambilan keputusan skala
dan bobot yang didapatkan dari masing-masing dampak yang banyak
jumlahnya, selanjutnya diusahakan untuk dirangkum menjadi satu atau
sejumlah kecil indeks komposit. Sedangkan untuk mengingat rumitnya
evaluasi resiko para pakar menyarankan agar evaluasi dijalankan melalui
proses negosiasi dan mediasi dengan masyarakat (Bidwell et.al.. 1987;
Klapp. 1987). Karena proses ini telah dapat membuahkan hasil kesepakatan
yang memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan dan menggalang peran
serta mereka di banyak negara.
3.2 Saran
Semoga evaluasi dampak dan evaluasi resiko ini dapat dijadikan secara optimal dalam pengambilan suatu keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
- Soemarwoto, Otto, 1996. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Bandung: Gajah Mada University Pres.
- Wiki media 2009. Evaluasi Dampak dan Resiko dalam AMDAL (online). (Http//:www.google.com. diakses 23 Juni 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar