Rabu, 25 Januari 2012

Makalah AMDAL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk prakiraan dampak, analisis resiko lingkungan dan evaluasi dampak telah dilakukan metode yang sangat sederhana samapai pada metode yang canggih. Prakiraan dampak yang sederhana lebih bersifat intuitif dan sangat subyektif. Pada metode yang makin canggih dasar ilmiah makin canggih dan dasar subyektif subyektif makin berkurang. Model matematik, fisik serta eksperimen laboraturium dan lapangan banyak digunakan diguanakan dalam metode yang canggih ini, namun karena pengelolaan lingkungan bersifat antroposentris dan dengan demikian AMDAL sebagai salah satu alat pengelolaan lingkungan yang bersifat antroposentris, alat yang canggih itupun dapat bebas dari subyektifitas.
Dalam makalah ini yang akan dibahas khusus masalah Evaluasi Dampak dan Evaluasi Resiko, dimana evaluasi dampak ini sifatnya subyektif. Meskipun metodenya canggih, aktifitasnya tidak dapat dieliminasi. Sementara orang menganggap, jika evaluasi itu dilakukan secara sistematis dan pengolahan datanya dilakukan dengan komputer hasilnya akan obyektif, itu tidak benar. Penyusunan model matematis didasarkan pada asumsi tertentu. Bila asumsi diubah, model matematikanya pun berubah, atau paling sedikit hasil perhitungannya, karena asumsi itu, khususnya dalam AMDAL bersifat antroposentris, di dalam model matematis pun terkandung subyektifitas. Jika model matematis mengandung subyektifitas itu diolah oleh komputer, subyektifitas itu tetap ada. Sebab komputer tidak dapat berfikir sendiri, melainkan hanya dapat menjalankan perintah manusia. Namun walupun evaluasi itu bersifat subyektif, kita harus rasional, jadi evaluasi itu kita lakukan dengan subyektifitas rasional.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana cara mengevaluasi dampak lingkungan?
  2. Bagaimana cara mengevaluasi resiko dari suatu kegiatan manusia?
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis dapat menyimpulkan tujuan yaitu:
  1. Untuk mengetahui cara mengevaluasi dampak lingkungan dan seberapa besar nilai dampak yang ditimbulkan.
  2. Untuk mengetahui cara mengevaluasi resiko dari segala sesuatu kegiatan manusia.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat daripada penulisan makalah ini, diharapkan dapat:
  1. Dijadikan sebagai pedoman penulisan makalah mahasiswa yang lain.
  2. Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang evaluasi dampak dan evaluasi resiko dalam AMDAL.
BAB II
PEMBAHASAN
EVALUASI DAMPAK DAN RESIKO
2.1 Evaluasi Dampak
Evaluasi dampak sering diartikan sebagai penilaian terhadap sesuatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah baik kimia, fisik maupun biologi.
Dampak dapat dievaluasi secara informal dan formal
  1. Metode Informal
Metode Informal yang sederhana ialah dengan memberi nilai variabel, misalnya kecil, sedang, dan besar. Cara lain ialah dengan memberi skor, misalnya dari 1 (satu) sampai 5 (lima) tanpa patokan yang jelas. Namun metode ini tidak memberi pegangan cara untuk mendapatkan nilai penting dampak. Karena itu disinipun terjadi fluktuasi yang besar antara anggota tim dan pemberian nilai. Kadar subyektivitas evaluasi itu tinggi. Misalnya, seorang pejabat Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) akan cenderung untuk memberikan nilai penting yang lebih tinggi untuk dampak margasatwa daripada seorang pejabat Direktorat Jenderal Industri Dasar.
  1. Metode Formal
Metode formal dapat dibedakan dalam:
1. Metode Pembobotan
Dalam sistem ini dampak diberi bobot dengan menggunakan metode yang ditentukan secara eksplisit. Sebuah contoh ialah sistem pembobotan menurut Battelle utnuk pengembangan sumberdaya air (Dee.el.al.1973). Dalam sistem Battelle ini lingkungan dibagi dalam empat kategori utama, yaitu ekologi, fisik/ kimia, estetik, dan kepentingan manusia/ sosial. Masing-masing kategori terdiri atas komponen. Misalnya, komponen dalam katergori ekologi ialah jenis dan populasi teresterial. Selanjutnya komponen dibagi dalam indikator dampak. Contoh indikator dampak dalam komponen jenis dan populasi teresterial ialah tanaman pertanian dan vegetasi alamiah. Masing-masing kategori, komponen dan indikator dampak dinilai pentingnya relatif terhadap yang lain dengan menggunakan angka desimal antara 0 dan 1.
Angka dalam sistem evaluasi lingkungan Battelle diragukan kegunaannya di Indonesia, karena sistem nilai kita berbeda dengan di Amerika serikat. Namun demikian metode untuk mendapatkan bobot dalam sistem evaluasi lingkungan itu kiranya pantas untuk diteliti kegunaannya di Indonesia. Sudah barang tentu kategori, komponen dan indikator serta peruntukannya harus disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Mongkol (1982) membuat modifikasi sistem evaluasi lingkungan Battelle. Pertama fungsui nilai tidaklah dibuat dari grafik mutu lingkungan terhadap indikator dampak, melainkan grafik mutu lingkungan terhadap M/S, M ialah indikator dampak dan S adalah batas maksimum atau minimum indikator dampak yang tidak boleh dilampaui.
Modifikasi kedua ialah Mongkol tidak menggunakan biaya lingkungan netto atau manfaat lingkungan netto, melainkan nisbah manfaat/ biaya lingkungan sebagai berikut:
Nisbah manfaat/ biaya lingkungan =
Keterangan :
|Pos E| : Jumlah total dampak positif
|Neg E| : Jumlah total dampak negatif
Agar operasi matematik dapat dilakukan dalam metode pembobotan, metode itu harus menggunakan skala interval atau skala nisbah.
2. Metode Ekonomi
Metode ini mudah diterapkan pada dampak yang mempunyai nilai uang. Untuk dampak yang mempunyai nilai uang penerapan metode ini masih mengalami banyak kesulitan. Cara yang umum dipakai ialah untuk memberikan harga bayangan (shadow price) pada dampak tersebut. Harga bayangan itu didasarkan pada kesediaan orang atau pemrintah untuk membayar / untuk menerima biaya ganti rugi untu lingkungan yang terkena dampak tersebut. Misalnya pemerintah mengalokasikan anggaran belanja tertentu untuk penjagaan dan pemeliharaan cagar alam dan taman nasional. Demikian pula orang bersedia untuk mengeluarkan biaya untuk mengunjungi suatu cagar alam atau taman nasional. Besarnya anggaran belanja atau biaya perjalanan tersebut merupakan harga bayangan cagar alam, yaitu nilai yang diberikan oleh pemerintah/ orang kepada cagar alam itu.
Dalam hal lingkungan yang tercemar biaya deperlukan untuk membersihkan lingkungan dari pencemaran, biaya itu makin tinggi, dengan demikian tingginya tingkat kebersihan yang dikehendaki masyarakat.
Pada prinsifnya dampak pada manusia dapat pula diberi harga bayangan. Misalnya, harga bayangan untuk dampak kesehatan dapat dihitung berdasarkan upah yang hilang dan atau biaya pengobatan. Demikian pula biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk dampak kesehatan dapat dihitung berdasarkan upah yang hilang dan atau biaya pengobatan. Demikian pula biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pelayanan kesehatan, misalnya vaksinasi, dapat disebut pula sebagai harga membayar perlindungan jiwa dari kematian. Banyak tantangan masih diberiklan terhadap pemberian nilai uang pada lingkungan terutama pada jiwa dan kesehatan manusia, tantangan itu terutama berkaitan dengan masalah etik.
2.2 Evaluasi Resiko
Seperti halnya dampak, evaluasi resiko juga bersifat subyektif. Evaluasi itu sngat dipengaruhi oleh persepsi orang terhadap resiko. Menurut Whyte dan Burton (1982) resikok dapat dinyatakan sebagai berikut:
R = Kementakan x Konsekuensi
Akan tetapi bagi masyarakat umum persepsi resiko ialah:
R = Kementakan x (Konsekuensi)p
Besarnya eksponen p dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk menerima resiko, responden di Amerika Serikat menaksir- lebih (overes timate) resiko yang ditimbulkan oleh kejadian yang jarang terjadi dan menaksir-kurang (underestimate) resiko yang ditimbulkan oleh kejadian yang banyak terjadi.
Evaluasi resiko sangatlah rumit, dua faktor utama selalu harus diingat : pertama, adanya ketidakpastian ilmiah, dan kedua, persepsi masyarakat terhadap resiko hanyalah sebagian saja didasarkan pada bukti ilmiah. Mengingat rumitnya evaluasi resiko para pakar menyarankan, agar evaluasi dijalankan melalui proses negosiasi dan mediasi dengan masyaraka (Bidwll et.al 1987: Klapp. 1987).
Negosiasi dan Mediasi yang ternyata telah dapat membuahkan hasil kesepakatan yang memuaskan pihak-pihak berkepentingan dan menggalang pesan serta mereka di banyak negara, kiranya perlu dipelajari kemungkinan penerapannya di Indonesia, metode ini kiranya juga sesuai dengan pasal 22 PP 51 tahun 1993. Lagipula musyawarah merupakan tradisi yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat kita.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Evaluasi dampak dapat dilakukan dengan metode informal dan metode formal. Metode formal terdiri atas metode pembobotan dan metode ekonomi.
Evaluasi dampak bersifat antroposentris, karena itu evaluasi dampak selalu mengandung subyektifitas. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengurangi subyektifitas dan manambah obyektifitas, misalnya dengan pemberian skala dan bobot. Untuk mempermudah pengambilan keputusan skala dan bobot yang didapatkan dari masing-masing dampak yang banyak jumlahnya, selanjutnya diusahakan untuk dirangkum menjadi satu atau sejumlah kecil indeks komposit. Sedangkan untuk mengingat rumitnya evaluasi resiko para pakar menyarankan agar evaluasi dijalankan melalui proses negosiasi dan mediasi dengan masyarakat (Bidwell et.al.. 1987; Klapp. 1987). Karena proses ini telah dapat membuahkan hasil kesepakatan yang memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan dan menggalang peran serta mereka di banyak negara.
3.2 Saran
Semoga evaluasi dampak dan evaluasi resiko ini dapat dijadikan secara optimal dalam pengambilan suatu keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
- Soemarwoto, Otto, 1996. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Bandung: Gajah Mada University Pres.
- Wiki media 2009. Evaluasi Dampak dan Resiko dalam AMDAL (online). (Http//:www.google.com. diakses 23 Juni 2003).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar